DPR Berharap Kenaikan Iuran BPJS Diikuti Pelayanan
JAKARTA – Keputusan pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai 1 Januari 2020 mendatang masih menjadi polemik sejumlah kalangan. Di tengah perdebatan yang muncul, masyarakat sangat berharap kenaikan iuran itu akan diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Cara itu itu dinilai tepat untuk menjawab alasan kuat kenapa pemerintah terpaksa menaikkan iuran tersebut. Besarnya kenaikan iuran BPJS mencapai dua kali lipat dari tarif saat ini. Iuran kelas III mandiri naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 per peserta. Kelas II mandiri naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas I melonjak Rp80.000 menjadi Rp160.000.
Sebagian masyarakat menilai kenaikan memang tak bisa dihindarkan agar subsidi anggaran yang diberikan oleh pemerintah tidak terus membengkak. Namun jika kenaikan juga diikuti dengan semakin berkualitasnya pelayanan, masyarakat perlahan memahami.
“Kita juga akan melihat apa sih perbaikan fasilitas, perbaikan pelayanannya seperti apa, kita tidak mau kalau hanya naik saja untuk menutupi kekurangan, tapi tidak ada kenaikan dalam hal pelayanan,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Ninik-panggilan akrab Nihayatul Wafiroh-, DPR berharap bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini berbanding lurus dengan pelayanannya. Jangan sampai iuran naik tapi pelayanan tidak berubah, sedangkan masyarakat sangat membutuhkan BPJS. “Kita juga berharap BPJS stabil,” katanya.
Ninik menjelaskan, pada periode lalu sebenarnya DPR tidak pernah menyepakati kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dengan dasar itu dia kaget ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan iuran BPJS terbaru sebagaimana dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019. Untuk itu Komisi IX DPR akan mempertanyakan bagaimana skema kenaikan yang akan diberlakukan oleh pemerintah.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat paham atas keputusan pemerintah mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri. Kenaikan itu makin sulit dihindari lantaran subsidi pemerintah untuk BPJS Kesehatan juga sangat tinggi. Moeldoko yakin seiring dengan waktu, masyarakat akan sadar pentingnya BPJS Kesehatan.
Menurut mantan Panglima TNI itu, kenaikan iuran akan mampu membangun kesadaran masyarakat tentang perlunya saling membantu. “Membangun gotong-royonglah, bersama-sama pemerintah ikut memberikan, membantu agar BPJS (Kesehatan) berjalan,” kata Moeldoko.
Setidaknya ada 107 juta masyarakat yang mendapatkan subsidi untuk program BPJS Kesehatan ini. Atas kondisi ini pemerintah lantas menaikkan iuran bagi peserta mandiri kelas I, II, dan III. “(Kelas) tiga naiknya kurang lebih Rp16.500,” ujar Moeldoko. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan putusan untuk menaikkan iuran berawal dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hasilnya menunjukkan perlunya perbaikan di manajemen, data, juga manfaat yang diberikan dari fasilitas kesehatan. “Audit itu juga kan sudah disampaikan kepada DPR dan publik. Nah audit itu yang jadi basis dari perhitungan-perhitungan yang dilakukan,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Oleh sebab itu temuan-temuan oleh BPKP tersebut direspons dengan memperbaiki tata kelola dan meningkatkan efisiensi dari BPJS Kesehatan. Sayangnya perbaikan tersebut tidak cukup, perlu dibarengi dengan kebijakan kenaikan iuran. “Tapi itu saja kan dianggap belum cukup, perlu ada penyesuaian tarif,” katanya.
Kenaikan iuran tersebut akan memperkuat kondisi keuangan BPJS Kesehatan lantaran anggaran dari pemerintah akan meningkat untuk pembayaran iuran penerima bantuan iuran (PBI) dan subsidi bagi peserta penerima upah (PPU) pemerintah. Di sisi lain akan ada tambahan anggaran dari kenaikan iuran yang dibayarkan oleh peserta mandiri maupun PPU badan usaha.
“Kalau disesuaikan maka akan menambah anggaran yang diterima BPJS Kesehatan sehingga bukan saja dari APBN, tapi juga partisipasi masyarakat yang sifatnya gotong-royong. Jadi yang mampu membayari yang kurang mampu ini asuransi sosial yang harus kita jalankan,” ujar dia.
Menurutnya, besaran kenaikan iuran telah dilakukan dengan perhitungan antara premi yang dibayarkan dan manfaat yang diterima peserta. Perhitungan tersebut dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). “Jadi ada perhitungannya, dibandingkan antara manfaat yang didapat dengan nilai premi. Itu ada perhitungannya,” kata dia.
Adapun kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai diberlakukan 1 Januari 2020. Meski demikian pemerintah akan membayarkan selisih kenaikan iuran bagi peserta PBI mulai 1 Agustus 2019. Selain itu selisih kenaikan iuran untuk PPU akan dibayarkan pemerintah dan mulai berlaku pada 11 Oktober 2019. Terdiri atas 4% yang dibayarkan oleh pemerintah dan 1% berasal dari pekerja.
Dalam beleid itu juga diatur pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan iuran kepada pemerintah daerah sebesar Rp19.000 per orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah terhitung sejak Agustus sampai dengan Desember 2019.
Beleid itu juga mengatur besaran iuran sebesar 5% dari gaji per bulan bagi PPU badan usaha, terdiri atas 4% yang dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta. Sebelumnya pemberi kerja membayar 3% dan peserta 2%. Diatur pula batas tertinggi dari gaji per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran peserta meningkat menjadi Rp12 juta yang sebelumnya sebesar Rp8 juta.(don)