Ada Ibu-ibu yang badannya penuh keringat habis olah raga menyapa temannya yang sama-sama baru senam.
Ibu A : “wah kayaknya tambah gemuk aja ya sekarang, bobotnya sampean 60 kg ya.”
Ibu B : “Ya Allah ngeyek buanget sampean iki. Emang bobotku naik, tapi gak sampelah kalau segitu, cuman 58 kg kok.”
Ibu A : “He hehe yo sepurane, lawong sampean ketok lemu buanget”
Ibu B : “Iyo je, aku sampe sebel banget kok bobotku naik.”
Diskusipun berlanjut ke seputar berat badan. Aku dan Nina hanya saling pandang-pandangan dan mengulum senyum. Emang kenapa ya kalau berat tubuh lebih dari 60 kg? what’s wrong then?
Second
Aku sedang menghadiri acara pernikahan keponakanku. Aku duduk dengan seorang Ibu Nyai dari Madura. Terjadi percakapan spontan yang membahas tentang pengharaman rebonding dari bahsul masail di Lirboyo.
Aku : Nyai, itu kok bahsul masail katanya atas nama pesantren putri, tapi kok ketua komisinya semua laki-laki ya?
Nyai : “Kan tidak apa-apa, bila laki-laki di bahsul masail, walaupun cuman satu, tapi sudah mewakili.”
Aku : “Lho tapi apa suara perempuan didengarkan di situ? apalagi objeknya perempuan.”
Nyai : “Mereka itu orang-orang yang mengerti hukum Islam. Mereka banyak lulusan timur tengah. Makanya kalau mau tahu hukum Islam itu belajar di Azhar, Cairo, seperti anak saya. Bukan belajar di orang barat. Orang Amerika itu tidak tahu apa-apa tentang hukum Islam. Apalagi dulu belajarnya di orang-orang JIL, kayak kuliah di tempatnya Amin Abdullah.”
Aku?? tentu hanya bisa manggut-manggut dengan nahan gondok, ketawa dan segala macam perasaan. Pengen sekali membalikkan kata “Lho bukannya mantu Jenengan sekarang juga sedang sandwich program di Amerika Nyai?” Tapi pertanyaan itu tidak aku lontarkan. Biarkan Nyai itu merasa memiliki Tuhannya sendiri :).
Third
Aku dan Nina sedang berdiskusi tentang kemungkinan kami untuk mendapat kerja sambilan. Lumayan untuk support kuliah dan keluarga. Di tengah-tengah diskusi, seorang kawan nonyol nimbrung
Kawan : “ngomongin apa sih?”
Nina : “Biasa, ibu-ibu yang mau cari tambahan penghasilan”
Kawan : “Kalian ini kok sibuk banget. suami-suami kalian sudah pada berpenghasilan, kenapa juga kalian masih sibuk cari kerja.”
Aku : “Lho kita kan tidak mau membebani suami, lagian kenapa juga sih kalau perempuan kerja”
Kawan : “Aku aja yang single breadwinner aja nyante kok.”
Aku dan Nina melongo. Heran, kenapa ya kawanku ini selalu saja menyinggung kalau dia single breadwinner (pencari nafkah tunggal)?? So what gitu lho?? Bukane itu sebuah pilihan? Dan kenapa juga perempuan yang suaminya sudah berpenghasilan ketika mau cari tambahan kerja harus di pertanyakan??.