Nih tulisan edisi iseng banget untuk ngilangin ribet di otak sambil terus keep semangat menulis
Cerita 1
Kali ini cerita iseng aku mulai dengan catatan di perjalanan. Sebenarnya cerita ini hampir sama dengan yang sebelumnya aku tulis tentang “Punya saudara pilot”. Saat itu saya lagi perjalanan Makasar-Jakarta. Saya duduk di nomor B, yang nomor A ada mbak yang umurnya mungkin sekitar late 20-an. Aku pikir yang nomor C akan kosong, karena sampe pesawat mau berangkat tidak terisi, tapi ternyata the last minute ada seorang bapak yang tergopoh-gopoh masuk pesawat dengan beberapa tentangan kardus di tangannya, dan bapak ini yang duduk di C.
Selama perjalanan 2 jam lebih ini, kami bertiga lebih banyak tidur. Aku baru bangun ketika persiapan mau landing. Seperti biasa aku akan mengecek kembali sabuk pengaman yg aku pakai, walaupun aku punya kebiasaan untuk tidak pernah mencopot sabuk pengaman selama aku duduk di pesawat. Akhirnya pesawat landing.
Cerita dimulai ketika landing. Saat roda pesawat baru menyentuh tanah dan pesawat juga masih melaju sangat kenjang, bapak yang di nomor C ini sudah langsung membuka sabuk pengamannya. Isengkupun kambuh, “Pak, sudah pernah lihat pesawat yang tidak jadi mendarat dan langsung terbang lagi ? atau pesawat yang saat mendarat tergelincir?” tanyaku pelan ke bapak ini. Sambil melihatku dengan heran, bapak ini menggelengkan kepala. “Kalau bapak lihat pesawat-pesawat seperti itu, pasti bapak tidak akan berani mencopot sabuk pengaman sebelum pesawat benar-benar berhenti.” Setelah terbengong melihat aku, bapak ini buru-buru memasang sabuk pengamannya lagi, terlebih pilot malam itu sepertinya mantan sopir bajaj, jadi landingnya kasar banget. hehehe
Sesaat setelah aku senyum-senyum melihat gerakan reflek bapak nomor C ini kembali memasang sabuk pengamannya, eh cewek yang di nomor A ini sudah menghidupkan BB nya dan membalas BBM, padahal saat itu pramugari lagi mengumumkan kalau penggunaan telfon gengam baru bisa dilakukan ketika di dalam gedung terminal. Aha… Iseng kedua kambuh, pelan badanku aku agak condongkan ke sebelah kiri, “Mbak, pernah baca tidak artikel tentang pengaruh sinyal telfon ke radar pesawat ?”, seperti yang aku duga, cewek ini menggelengkan kepala. “Kalau mbak pernah baca pasti tidak akan menghidupkan telfon dulu, karena sangat berbahaya buat keselamatan,” sambil senyum-senyum dan wajah blo’on, mbak ini memasukkan BB nya ke dalam tas. Aku gak tahu apakah BB nya di matikan or tidak. hehehe
Horeee… malam itu aku sukses memberikan pelajaran akan pentingnya perduli dengan keselamatan buat dua orang. Aku sih gak care apakah pelajaran yang aku berikan tadi menyebalkan atau bahkan menyakiti hati mereka hehehe.
Cerita 2
Ketika menuju bandara dengan diantarkan mobil kantor, setelah melewati pintu gerbang Tol, sopir kantor sibuk mengorek uang kembalian dari membayar uang di pintu Tol. wajahnya seperti berubah, “Kurang ya pak uang kembaliannya ?” tanyaku sambil agak malas-malasan, karena badan yang suangat capek. “Tidak bu, petugas tadi tidak memberikan strok pembayarannya.” jawabnya sambil dengan nada kesal. Bagi sopir yang bekerja di NGO, tidak memiliki strok berarti adalah masalah, karena dia tidak bisa menclaim ke kantor dan itu berarti dia akan rugi harus mengganti dengan uang pribadinya.
Kadang aku heran, kenapa sih petugas tol tidak mau memberikan strok pembayaran ke pengguna Tol ? bukankah itu salah satu hak pengguna tol untuk mendapatkan bukti pembayarannya? Nurut aku sih, kasihkan ada bukti pembayarannya itu, setelah itu terserah penggunanya mau disimpan atau dibuang stroknya. Memang sih tidak semua orang membutuhkan strok itu, tapi tidak semua orang bisa diperlakukan sama dengan tidak diberi strokkan ??
Keesokan harinya, saat saya hendak pulang ke kos dari bandara, saya naik taxi. Saya sudah wanti-wanti ke sopir taxinya untuk minta strok pembayaran tol. “Sante aja bu, biasanya juga langsung dikasih kok.” Aku diam saja, -lihat aja nanti- gumamku membathin. Ketika menuju pintu tol pertama, aku sudah siapkan uang sepuluh ribu untuk membayar. Dan sopir taxi tidak bilang apa-apa kepada petugas tol. Ketika mobil sudah berjalan kembali, sopir itu membuka-buka uang kembalian pembayaran Tol, “wah bu, kok gak ada strok pembayarannya ya ?” tuhhhhhh kan bener. “Makanya pak, dari tadi saya sudah bilang untuk diminta. Mereka gak bakal ngasih,” jawabku ketus.
Inilah mental kebanyakan saudara-saudara kita yang sering kali menganggap enteng semua hal, padahal bisa jadi buat orang lain itu persoalan serius.
Cerita 3
Ini masih berkaitan dengan soal taxi di cerita ke-2 di atas. Ketika aku hendak masuk taxi, sopir taxinya sibuk membersihkan jok kursi belakangnya sambil merokok. Ketika saya masuk mobil, bau mobil tidak enak. “Pak, mobilnya bau rokok ya, ” kataku pada sopir taxi. Terus dia langsung buka laci dibawah deskboard, aku pikir dia mencari pengharum ruangan, eh ternyata, dia ambil splash cologne dan kemudian mengusap-usapkan ke bajunya. wakkakakaka