Ini kesempatan pertama saya kembali ke tanah Amerika, setelah tahun 2009 saya meninggalkan Amerika selepas menyelesaikan study S2 saya di Hawaii, Amerika. Kunjungan beberapa minggu ini tentunya sangat berarti untuk napak tilas, pengobat kangen dan tentunya untuk belajar kembali. Kali ini saya tidak kembali ke Negeri Pelangi –sebutan untuk Hawaii- tapi ke kota pelajar Boston, di negara bagian Massachusetts. Kota ini disebut kota pelajar karena banyak sekali Universitas bagus di sini, sebut saja Harvard University, Boston University, Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan University of Massachusetts. Termasuk beberapa waktu lalu Bupati Banyuwangi Bapak Abdullah Azwar Anas juga mendapatkan beasiswa untuk belajar di kota ini.
Ini sebenarnya bukan kunjungan pertama saya di Boston, tahun 2007 saya sempat singgah seminggu di Boston untuk mengikuti Women Islamic Conference, tepatnya di University of Massachusetts (UMass), namun kedatangan kali ini tetap istimewa, karena akan tinggal lebih lama dari kedatangan saya yang pertama, juga dikarenakan kali ini saya datang untuk mengikuti Sandwich Program di Boston University (BU). Program ini merupakan rangkaian penyelesaian Disertasi S3 saya di ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies) di UGM, Yogyakarta, yang biaya program ini ditanggung oleh lembaga dari Amerika yakni Luce Foundation.
Tiga hari setelah kedatangan saya di Boston, kemarin hari Sabtu tanggal 14 September 2013, untuk pertama kali diselenggarakan New England Indonesia Festival di Boston. Festival ini merupakan gawenya teman-teman Permias (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat) chapter Massachusetts. Kegiatan ini lingkupnya bukan hanya di negara bagian Massachusetts saja, tapi meliputi New England yang terdiri dari negara bagian Maine, New Hampshire, Vermont, Massachusetts, Rhode Island dan Connecticut. Enam negara bagian ini disebut New England karena pada awal pendudukan English, mereka tinggal di daerah-daerah ini.
Festival yang melibatkan mahasiswa dari berbagai negara bagian ini berlangsung sangat meriah. Puluhan stand makanan, kerajinan Indonesia, bahkan stand kedutaan dipenuhi pengunjung yang bukan hanya orang Indonesia. Acara yang berlangsung mulai jam 11 hingga jam 18.00 menampilkan banyak kesenian Indonesia. House of Angklung diboyong dari Washington DC untuk tampil. Group Angklung yang terdiri dari Ibu-ibu ini mampu membuat penonton yang sebagian besar warga Indonesia bergoyang. Ketika lagu Jawa Timuran Rek Ayo Rek dimainkan, penonton langsung berdiri dan bergoyang di depan panggung besar yang menjadi sentral acara.
Panggung yang dikomandoi oleh MC Shantika dari The Voice of America (VOA) ini terus menerus memberikan suguhan tarian-tarian Indonesia, mulai dari tari piring, pencak silat hingga peragaan busana dari model bule dengan memakai baju batik. Penari Bali berkewarganegaraan Jepang khusus terbang ke Boston untuk memeriahkan acara, tidak ketinggalan dua cowok bule menyuguhkan permainan gamelan Bali yang mengundang applaus dari penonton.
Hingga pukul 6 sore lapangan di Copley Square dipenuhi ribuan orang yang menikmati pertunjukan festival sambil menyantap makanan Indonesia yang dijual. Nasi Rames, Sate Madura, Sate Padang, Nasi Padang menjadi stand-stand yang pembelinya harus berderet panjang untuk mengantri. Saya dan Nina (teman satu program) yang awalnya berniat membeli makanan terpaksa harus mengalah, kami lebih memberikan kesempatan buat teman-temen Indonesia yang mungkin sudah sangat lama tidak merasakan masakan Indonesia atau juga kepada bule-bule yang ingin mencicipi kepedasan makanan padang.
Ketika saya mengabadikan patung Barong yang khusus diusung dari Kedutaan Indonesia di Washington DC, saya sempat mengobrol dengan beberapa penduduk lokal Boston yang sedang mengagumi Barong. Menurut dia Indonesia Festival ini adalah festival terbaik yang pernah dia tahu di Boston. Saya sendiri sengaja datang ke festival dengan memakai batik Gadjah Oleng yang merupakan Batik khas Banyuwangi. Saat mengobrol dengan beberapa bule yang sibuk jeprat-jepret saya menceritakan tentang banyaknya jenis batik di Indonesia, dan tentunya saya menerangkan tentang batik yang saya pakai serta makna-makna philosopi yang ada dalam batik Gadjah Oleng. Dan diapun sangat mengaguminya serta berjanji suatu saat akan datang ke Indonesia. ( ninikwafiroh@gmail.com)
*) Penulis: Hj. Nihayatul Wafiroh, M.A. (Warga Banyuwangi. Saat ini tengah penyelesaian Disertasi S3 di ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies) di UGM, Jogjakarta, dengan biaya dari Luce Foundation Amerika)
Tulisan ini telah dimuat di Radar Banyuwangi, Jawa Post, pada hari Rabu 18 September 2013